“Ke Belanda yuuk?”
“Hah, Belanda?”
Sebuah ajakan untuk mengusir kebosanan
di akhir minggu. Ternyata yang dimaksud “Belanda” oleh teman saya
adalah kawasan kota tua yang memang dihiasi bangunan-bangunan tua
peninggalan pemerintah kolonial Belanda di Batavia. Sekilas memang landscape
di kota tua tidak seperti landscape Indonesia pada umumnya.
Museum Sejarah Jakarta, Museum Bank Mandiri, serta beberapa bangunan tua
yang dibelah kali Ciliwung seakan berusaha “mereplika”
kota-kota di Belanda sana. Tapi benarkah hanya copy-paste?
Hasil googling dengan kata kunci beberapa kota yang
ada di Belanda menunjukkan pada saya bagaimana landscape di Belanda.
Sekilas memang mirip, namun jika diperhatikan secara detail, nampaknya Inlander
yang ada di Indonesia tidaklah sekedar copy-paste. Ya,
desain “original Dutch” nampaknya kemudian dikembangkan dan
dimodifikasi menjadi “tropical Dutch”. Llihat saja dari
penggunaan batu kali di hampir semua bagian bangunan. Pondasi, dinding
dasar (kurang lebih 1-1,5m dari tanah), bahkan beberapa bangunan ada
yang seluruh permukaan dindingnya menggunakan batu kali. Mungkin bangsa
Belanda melihat adanya ketersediaan batu kali yang melimpah di
Indonesia, dan tentu saja karena batu memang terkenal kuat.
Masih di seputar dinding, dinding bangunan peniggalan Belanda
terkenal tebal, sekitar 25-30cm. Dan ini terbukti efektif meredam
panasnya ilkim tropis. Coba saja masuk bangunan Belanda di siang yang
terik, saya yakin panas dari luar tergantikan oleh sejuk udara ruang.
Ya, mungkin modifikasi-modifikasi desain asli memang terpengaruh kuat
oleh iklim tropis Indonesia. Dan lagi-lagi panas tropislah yang merubah
fungsi “gunungan” atap bangunan Belanda di Indonesia.
Memang, baik di Belanda dan di Indonesia, bangunan karya orang Belanda
masih bercirikan atap bangunan yang tinggi, namun di Indonesia tidak ada
atap bangunan yang dijadikan ruang loteng seperti di Belanda sana. Atap
bangunan yang tinggi hanya berupa ruang kosong yang difungsikan sebagai
filter panas matahari yang membakar genteng.
Pun desain jendela, walaupun sama-sama memiliki jumlah
jendela yang banyak dan lebar-lebar, fungsi nya sedikit berbeda. Jika di
belanda jendela lebar memang difungsikan untuk memasukkan
sebanyak-banyaknya sinar matahari, di sini jendela difungsikan untuk
pintu gerbang pertukaran udara agar suhu ruangan tetap terjaga tanpa
bersentuhan langsung dengan cahaya matahari. Jangan heran jika pada
bangunan Belanda versi tropis terdapat semacam tritisan diatasnya (yang
juga berfungsi menghindari tampias air hujan), kalaupun tidak, masih ada
selasar yang memberikan “jeda” antara ruangan dan halaman
luar. Seakan masih kurang puas dengan mekanisme “pendinginan
ruang” yang sudah dibuat, di beberapa bagian jendela atau pintu,
kadang masih ditambahkan lubang-lubang udara yang jika kemasukan sinar
matahari akan memberi suasana cahaya yang dramatis di dalam ruangan.
Sedikit keluar rumah, merah kuning warna tulip
tergusur oleh rimbun dan hijaunya tanaman tropis. Beringin, rambutan,
dan beberapa tanaman yang berdaun lebat banyak menghiasi rumah-rumah
bergaya Belanda. Dan bila dilihat dari kejauhan, rumah-rumah bergaya
Belanda terkesan angkuh dan “dingin”
Nampaknya memang tidak sama dengan yang asli di
Belanda sana.
Berarti memang sudah ada modifikasi dan
adaptasi desain dengan lingkungan tropis.
Berarti nggak sekedar copy-paste.
Walaupun mirip, tapi Indonesia dan
Belanda tidaklah sama. Mungkin lebih tepat Indonesia ini disebut dengan
Belanda versi Tropis.
Indonesia, the Tropical Dutch