Tukang mlaku. Itu nama yang saya
pilih untuk beberapa account baik blog, email, dan bebrapa ID di sosial media. Banyak
yang bertanya, kenapa tukang mlaku?
Saya juga lupa bagaimana saya
akhirnya memilih nama itu. Yang jelas karena saya suka jalan. Jalan kaki dan
bersepeda. Tukang mlaku berarti tukang jalan-jalan.
Juga karena saya sarjana Teknik
Sipil yang sering dijuluki tukang oleh banyak teman. Tukang mlaku berarti juga
tukang yang terus berjalan mencari proyek. Hehe.
Saya ingat ketika SD saya dan
beberapa teman selelu memilih rute berbeda setiap hari untuk ke sekolah. Kadang
lewat sawah, menyeberang sungai, meniti rel kereta api bekas, lompat pagar, pokoknya
tiap hari harus ada cara seru buat ke sekolah. Hingga SMA, kebiasaan ini
berlanjut. Disaat banyak teman yang beradu cepat dengan sepeda motornya, saya
dan tiga orang teman lebih memilih berjalan kaki dari rumah ke sekolah, tidak
terlalu jauh memang namun cukup membuat kaki pegal.
Ketika kuliah, kebiasaan ini menjadi
makin parah. Apalagi dua orang teman kos memiliki hobi yang sama. Ditambah
ketika itu kami sudah bisa mencari penghasilan sendiri. Hal ini yang menjadi
awal cerita penjelajahan ke banyak daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, sebagian
Jawa Barat, Ibukota, bahkan ke luar negeri. Tetap, dengan jalan kaki.
Setelah lulus kuliah, hobi ini
makin akut. Setahun bekerja, Sumatera dan Sulawesi terjelajahi. Hingga tahun
ketiga setelah lulus, hobi ini membawa saya terbang ke Majene, Sulawesi Barat.
Tapi tugas kali ini menuntut saya untuk tinggal selama satu tahun di Majene,
bukan untuk menjadi flashpacker seperti yang biasa saya lakukan.
Tapi dasar hobi, disini pun saya
tidak bisa diam. Tiga bulan, seluruh tempat tinggal kawan saya disini sudah
terjejak oleh kaki saya. Beberapa daerah yang lebih pelosok sudah saya
kunjungi. Sejumlah tempat eksotis saya temukan. Dan
beberapa peluang baru datang menghampiri.
Ya, peluang. Sebetulnya itulah
inti dari hobi jalan-jalan yang kerap saya lakukan. Jalan-jalan adalah menambah
peta jelajah pribadi, menemukan satu lagi cara untuk mejangkau suatu tempat,
menambah kenalan dan koneksi, dan peluang. Karena selama berjalan saya melihat
sesuatu yang baru. Dan bila sesuatu yang baru itu bisa saya hubungkan dengan
semua yang ada di pikiran, pastilah muncul suatu ide.
Itulah mengapa saya lebih memilih
jalan kaki atau paling cepat bersepeda. Disaat berjalan kaki, saya tidak perlu repot
mengganti gigi, mengerem, menarik gas, atau hal-hal yang membuat pikiran saya
sibuk. Yap, ketika jalan kaki pikiran santai dan sesuatu yang dilihat saat itu
bisa langsung di-konek-kan menjadi ide dan peluang baru. Jalan kaki membuat
saya memperoleh sudut pandang lain dibanding ketika naik motor atau naik bis.
Kecepatan jalan kaki yang relatif rendah juga memberi kesempatan otak untuk
mencerna apa yang dilihat. Bukan hanya sekedar pemandangan yang melintas cepat
dalam kecepatan 60 km/jam.
Ah tapi itu terlalu membuang
waktu dan biaya.
Siapa bilang? Angka-angka besar
yang menyerbu rekening mayoritas berawal ketika mengamati deretan kios PKL,
menyusur sungai, atau menikmati es teh di tepian aspal. Ide yang membuat saya
mendapat hadiah jalan ke Malaysia dan memperoleh Piala perak dalam suatu
penghargaan berawal dari bata pecah yang saya lihat di tepian halte.
Metode menggambar cepat
beramai-ramai kami temukan ketika kepanasan di Citywalk kota Solo. Begitu juga
di Majene, ide membuat resort muncul ketika melihat tepian pantai hutan bakau
yang hanya dibiarkan tertutup bungkus mie instan. Keinginan membuat toko buku
tumbuh saat pusing mencari buku bacaan untuk mengusir kebisanan. Melihat biji
kopi dan coklat yang melimpah memunculkan bayangan kios penjualan kopi dan olahan cokelat.
Terbukti memang apa yang
dikatakan orang, jalanan adalah sekolah yang sebenarnya.
Memang memakan biaya dan waktu.
Namun bila manajemen yang dilakukan bagus, biaya dan waktu yang dikeluarkan
akan sebanding dengan hasil yang didapatkan. Dan mengapa harus ke luar kota?
Perjalanan ke luar kota baru saya lakukan sekitar 2-3 tahun ke belakang ketika
sudah bisa memiliki penghasilan. Sebelum itu? Ya hanya berjalan kaki keliling
kota saja. Mencoba mengeksplor daerah yang belum pernah dimasuki.
Saya yakin
belum semua gang kecil yang ada di kota kelahiran pernah saya injak.
Tidak salah bila Allah
memerintahkan manusia untuk bertebaran di muka bumi. Sudah jelas, karena makin
sedikit bergerak, makin sedikit pula yang dilihat (baca:makin sedikit ilmu yang
didapat). Tanpa ilmu dan wawasan yang luas, sudah barang tentu kehidupan jadi
terasa sempit.
Tukang mlaku. Tetap akan
berjalan, terus bergerak mencari proyek, haha.