"Macetnya parah" itu yang sering terdengar pada jam-jam sibuk di Jakarta. Padahal "jam sibuk" di Jakarta hampir berlangsung sepanjang hari. Maka yang terjadi adalah macet dimana-mana.
Sebagai
pusat pemerintahan, tidak seharusnya Jakarta sering dilanda banjir dan
kemacetan parah setiap hari yang menghambat mobilisasi. Padahal bagi
kota besar sepert Jakarta, mobilisasi mempunyai peranan sangan penting
dalam transportasi logistik maupun manusia. Kemacetan dan banjir yang
menjadi penyakit akut Jakarta sudah sangat sulit untuk diperbaiki.
Perkembangan infrastruktur yang tidak terkonsep dengan baik dan terkesan
asal-asalan menimbulkan kesemrawutan yang membuat pebangunan hanya
dilakukan sebagai solusi sesaat sebagai reaksi atas masalah-masalah yang
sudah menjadi rutinitas.
Namun, pemindahan ibukota tentu saja
bukanlah perkara yang mudah. Perlu perencanaan yang detail sehingga
tercipta kota yang terkonsep baik dan memiliki visi yang jelas yang
mencakup semua aspek sehingga mampu menjadi kota yang nyaman sebagai
tempat tinggal, mampu mendukung kegiatan pemerintahan, dan peduli
terhadap lingkungan. Salah satu kota yang dapat menjadi contoh dalam
pembangunan kota yang berkelanjutan adalah Putrajaya di Malaysia.
Hampir sama dengan di Indonesia, Malaysia juga memiliki masalah yang
sama di ibukota mereka, Kuala Lumpur. Perkembangan kota yang cepat
menyebabkan Kuala Lumpur penuh sesak oleh bermacam kepentingan yang
menyebabkan terbenturnya kepentingan pemerintah dan swasta. Oleh karena
itu, pada awal dekade 80-an, para pemimpin Malaysia berencana untuk
memusatkan kegiatan pemerintahan di satu lokasi dengan fasilitas yang
lengkap dan modern, sehingga mampu mendukung kegiatan pemerintahan yang
efektif. Putrajaya dibangun dengan konsep Kota Taman (Garden City) yang
menyelaraskan pembangunan dan manajemen kota dengan alam sekitarnya.
Putrajaya adalah kawasan seluas 4931 hektar yang terletak diantara Kuala
Lumpur -25km- dan Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) -20km-.
Nama Putrajaya diambil dari nama perdana menteri pertama Malaysia,
Tuanku Abdul Rahman Putra. Pembangunan kawasan Putrajaya dimulai tahun
26 agustus 1995 setelah lahan milik kerajaan Selangor dibebaskan oleh
pemerintah dengan total biaya pengembangan kawasan sebesar 20,09 miliar
Ringgit. Pembangunan tahap pertama dilakukan tahun 1996-2000 dengan
prioritas pembangunan adalah Kantor Perdana Menteri, Departemen
Keuangan, dan instansi pemerintah yang tidak memiliki gedung sendiri di
Kuala Lumpur. Tahap kedua adalah pemindahan seluruh kantor pemerintah
dan pembangunan perumahan untuk seluruh pegawai pemerintah yang bekerja
di Putrajaya yang berlangsung dari tahun 2000-2005. Pembangunan
Putrajaya direncanakan selesai secara total pada tahun 2015.
Putrajaya
View
Putrajaya
dipromosikan sebagai kota taman yang modern, didesain dengan fasilitas
lengkap sehingga membuat warganya tinggal dengan nyaman. Dibagi dalam 20
distrik yang berpusat di pulau utama yang disebut Dataran Putra, kota
yang dirancang untuk ditinggali 320.000 orang ini memiliki fasilitas
seperti perumahan, sekolah, pusat perbelanjaan, masjid, area parkir yang
tersebar di seluruh kota yang terkoneksi dengan “bus service” baik
dalam kota maupun keluar Putrajaya, food court, tempat rekreasi,
bioskop, dan sebagainya. Sebagai kota taman, proporsi pengunaan lahan
yang terbesar adalah untuk ruang terbuka sebesar 39,15% -di Indonesia,
undang-undang mensyaratkan 30%-, selanjutnya adalah 14,42% untuk
perumahan, 18,40% untuk jalan raya, dan ditambah dengan danau seluas 600
hektar.
Transportasi
Selain fasilitas bangunan yang
lengkap, sebagai kota yang menjadi pusat administrasi negara diperlukan
sistem transportasi yang baik sehingga sehingga mobilisasi dan
koordinasi antar instansi pemerintah berjalan dengan lancar. Sadar akan
hal ini, otoritas Putrajaya membangun sistem transportasi
yangterintegrasi, terdiri dari bus, kereta api, monorail, ditambah
waterways yang didukung oleh 94,87 km jalan raya 4 lajur, 18,87 km rel
kereta api, 18 km jalur monorail, serta 38 km waterfront.
Putrajaya
road map
Gerbang masuk ke Putrajaya berada di Putrajaya Sentral
yang merupakan tempat pemberhentian bus dan kereta api dari luar
Putrajaya yang dapat dicapai dengan bus sekitar 30 menit dari KL maupun
KLIA dengan tiket bus seharga RM 3,5. Sedangkan apabila menggunakan
kereta api, dari KL Sentral menuju Putrajaya memakan waktu hampir sama
dengan tiket seharga RM 19. Sebagai terminal utama, Putrajaya Sentral
memiliki area parkir mobil pribadi dan area pakir bus yang sangat luas,
karena semua jalur bus dan taksi yang beroperasi di Putrajaya berakhir
di Putrajaya Sentral. Target pemerintah lokal adalah 70% beban arus lalu
lintas di Putrajaya berasal dari transportasi publik. Sebagai usaha
memenuhi target yang telah ditetapkan, terdapat 13 jalur bus dalam kota
dengan tarif 50 sen sekali naik yang didukung 170 armada bus NGV (2008).
Bus NGV adalah kendaraan hibrid yang hanya menghasilkan sedikit emisi,
tidak menimbulkan suara dan getaran yang menganggu. Dengan transportasi
umum yang murah dan nyaman, terbukti, pada tahun 2008 tercatat 2,5 juta
orang yang memanfaatkan bus sebagai alat transportasi utama.
Figure 5
NGV bus
Untuk meningkatkan kinerja transportasi umum, maka pada
bualn maret tahun 2004, MTrans –perusahaan pengelola transportasi
Putrajaya- merencanakan monorail sebagai alat transportasi baru di
Purtajaya dengan 23 stasiun yang terletak dibawah tanah maupun elevated.
Namun pada akhir tahun 2004, setelah menyelesaikan pembangunan 2
stasiun utama dan satu jalur monorail termasuk jembatan yang dapat
dilewati monorail dan mobil, pembangunan monorail ditunda untuk menunggu
perkembangan lebih lanjut Putrajaya.
Subway
Selain
bus dan monorail, terdapat juga taksi sebagai sarana transportasi,
namun tarif taksi sangat jauh berbeda dengan tarif bus, sehingga taksi
hanya digunakan pada keadaan darurat saja. Semetara angkutan kereta api
hanya melayani rute luar kota yaitu KL-Putrajaya, PP dan Putrajaya KLIA,
PP. Melengkapi transportasi darat yang sudah ada, di Putrajaya terdapat
pula jalur transportasi air, namun alat tansportasi ini hanya
diperuntukkan bagi keperluan wisata kepada turis yang mengunjungi
Putrajaya.
Monorail
facilities
Pengelolaan Sumber Daya Air
Sistem pengelolaan sumber daya air di Putrajaya meliputi daerah
tangkapan seluas 50,9 km2, 6 anak sungai, pulau-pulau buatan, yang
bermuara di Danau Putajaya seluas 600 hektar dengan kapasitas simpanan
sebesar 23,5 juta m3. Danau ini difungsikan sebagai penyeimbang suhu dan
cadangan air bersih bagi Putarjaya. Badan air di Putrajaya dibagi
menjai 6 zone yang masing-masing memiliki fungsi khusus. Zone 1 berada
di daerah hulu yang difungsikan sebagai wetland yang bertujuan untuk
menjaga kualitas air danau, penghijauan, rekreasi, sarana edukasi, dan
yang terpenting adalah menahan air sehingga debit air yang mengalir ke
danau tidak berlebihan. Zone 2 berada di bawah zone 1, terletak di
sekitar dataran Putra yang berfungsi sebagai zone rekreasi terkawal.
Pada zone ini rekreasi yang dapat dilakukan adalah berlayar di sekitar
Masjid Putra, Jembatan Putra yang bergaya eropa, sampai Jembatan cable
stayed Seri Wawasan. Zone yang lain difungsikan antara lain untuk zone
pengendapan sedimen, zone yang terisi oleh banyak pulau-pulau kecil yang
disebut cells. Sel-sel ini merupakan pulau-pulau buatan yang tersebar
di seluruh zona daerah tangkapan.
Figure 8
Wetland Cells
Pulau terbesar berukuran 50.9 hektar, sedangkan
pulau terkecil berukuran 14,3 hektar. Sel-sel dengan ukuran besar
ditanami dengan tumbuhan besar yang berfungsi sebagai pencegah erosi,
penahan sedimen dan pemanen air hujan (rain harvesting). Selain itu juga
ditanami tumbuh-tumbuhan yang cocok untuk habitat burung, serta hewan,
baik hewan endemik maupun hewan yang sengaja didatangkan sehingga secara
keseluruhan, sel-sel yang ada dikemas secara baik sebagai taman botani
(botanical garden) yang menjadi sarana rekreasi dan edukasi masyarakat
untuk selalu dekat dengan alam.
Watershed
and waterbody zoning
Untuk sistem pencegahan banjir, sistem
drainase Putrajaya tidak mengadopsi bentuk saluran drainase konvensional
yang kaku. Sistem drainasi utama disembunyikan di dalam jaringan sungai
buatan berbentuk acak yang menyebar ke seluruh sudut kota. Bentuk yang
natural menjadikan jaringan drainase terlihat alami sehingga sesuai
dengan konsep kota taman yang dianut Putrajaya.
Dampak
dari pembangunan yang berkelanjutan di Putrajaya
Pembangunan yang terencana dengan baik menjadikan Putrajaya bukan saja
menjadi pusat administrasi pemerintahan, namun dalam perkembangannya
juga dijadikan sebagai objek wisata yang menarik banyak pengunjung.
Banyak event-event pariwisata digelar sepanjang tahun. Hal ini tentu
saja memberikan keuntungan ganda bagi pemerintah setempat. Disamping
kegiatan pemerintahan dapat berjalan efektif dan efisien, banyaknya
turis juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara, yang tentu
saja akan menaikkan perekonomian rakyat. Selain itu dari sisi politik,
penataan ibukota yang baik dapat dijadikan alat pencitraan negara
sehingga tidak timbul rasa rendah diri terhadap ngara lain yang pada
akhirnya memunculkan jiwa nasionalisme yang tinggi.
Belajar
dari Putrajaya Kembali pada wacana pemindahan ibukota
Jakarta, bercermin dari Putrajaya, untuk membangun sebuah pusat
administrasi yang baru, diperlukan perencanaan yang menyeluruh dan
berkelanjutan. Pembangunan harus mempunyai visi yang jelas agar penataan
kota terkonsep dan tidak terjadi pembangunan yang “asal jadi”.
Pembangunan infrastruktur yang lengkap dan modern akan mempermudah
jalannya proses pemerintahan. Namun selain pembangunan infrastruktur,
pembangunan juga perlu memperhatikan kelestarian alam dan harus mampu
mengakomodasi kepentingan warga kota yang tinggal baik secara fisik
maupun spiritual melalui penyediaan fasilitas ibadah dan rekreasi yang
memadai. Pembangunan infrastruktur, gedung, jalan, sarana transportasi,
saluran drainase, dan sistem manaemen tidak bisa dilakukan dalam waktu
singkat sehingga harus dijalankan secara konsisten dan berkesinambungan
tanpa dipengaruhi keadaan politik yang berganti-ganti untuk menciptakan
kota yang baik.
(telah di publish di sipil2006.wordpress.com)